PENDAHULUAN
Dalam periode pertama, sebenarnya
banyak tantangan dan gangguan yang dihadapi dinasti Abbasiyah.Beberapa gerakan
politik merongrong pemerintahan dan mengganggu stabilitasi muncul di mana-mana,
baik gerakan dari kalangan intern Bani Abbas sendiri maupun dari luar.Namun,
semuanya dapat diatasi dengan baik.Keberhasilan penguasa Abbasiyah mengatasi
gejolak dalam negeri ini makin memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai
pemimpin yang tangguh.Kekuasaan betul-betul berada di tangan khalifah.Keadaan
ini sangat berbeda dengan periode sesudahnya.Setelah periode pertama berlalu para khalifah sangat
lemah. Mereka berada di bawah pengaruh kekuasaan yang lain.
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan
besar yang dicapai dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para
penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok.Setiap khalifah cenderung
ingin lebih mewah dari pendahulunya.Kehidupan mewah khalifah-khalifah ini
ditiru olah para hartawan dan anak-anak pejabat.Kecenderungan bermewah-mewah,
ditambah dengan kelemahan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda
pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.Kondisi ini memberi peluang
kepada tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah
Al-Mu’tashim untuk mengambil kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil,
sehingga kekuasaan sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara kekuasaan
Bani Abbas di dalam khalifah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar dan ini
merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini, meskipun setelah itu usianya masih
dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun.
B.
Rumusan Masalah
a. Apakah
Faktor Internal Kemunduran Bani Abbasiyah?
b. Apakah
Faktor Eksternal Kemunduran Bani Abbasiyah?
C.
Tujuan
a. Mengetahui
Faktor Intenal Kemunduran Bani Abbasiyah.
b. Mengetahui
Faktor Eksternal Kemunduran Bani Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Faktor Internal
Kemunduran Bani Abbasiyah
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah
Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua.Namun demikian,
faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara
tiba-tiba.Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena
khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu sempat berkembang. Dalam
sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri
cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah
mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah
Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu
sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Perebutan Kekuasaan di Pusat
Pemerintahan
Telah disebutkan bahwa dengan waktu
yang relatif singkat kaum muslimin menjadi penguasa di tiga benua. Semasa
Abbasiyahwilayah kekuasaannya meliputi barat sampai samudera Atlantik, di
sebelah timur sampai India perbatasan China, dan di utara laut Kasphia, sampai
ke selatan teluk Persia. Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan
wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para khalifah
yang lemah. Di samping itu sistem komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju
saat itu, menyebabkan tidak cepat dapat informasi akurat apabila suatu daerah
ada masalah, konflik, atau terjadi pemberontakan.Oleh karena itu, terjadi
banyak wilayah lepas dan berdiri sendiri.Sementara itu jauhnya wilayah-wilayah
yang terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian hari didorong oleh para
khalifah yang makin lemah dan malah yang di pengaruhi oleh kelompok-kelompok
yang tidak terkendali bagi khalifah, menyebabkan daerah-daerah satu persatu
lepas.Ada yang merdeka dan ada yang setengah merdeka, ada yang berkuasa secara
mutlak dengan hanya mengakui kedaulatan khalifah, karena kepentingan legitimasi
mereka sebagai wakil khalifah seperti dinasti Ghazni di timur.Daerah yang
melepaskan diri dari kekuasaan Abbasiyah misalnya di barat seperti, Syi’ah
Idrisiah di Maroko, Umayah di Andalusia, dan Fatimiah di Afrika.
Eksploitasi dan pajak berlebihan
menjadi kebijakan favorit yang dibebankan kepada rakyat, tidak terkecuali.
Garis perpecahan antara Arab dan non-Arab, muslim Arab dan mawali, anti-muslim dan dzimmi,
tetap telihat tajam. Orang Arab sentiment lantaran Arab utara dan Arab selatan
masih tetap ada. Orang Persia, berbangsa Hamite, Turki, dan lain-lain tidak
pernah berpadu dalam satu kesatuan dengan orang Arab Semit. Akibatnya mundur
disentegrasi antara kekuatan-kekuatan sosial dan kelompok-kelmpok.Seiring
dengan lintasan waktu/zaman, darah penakluk telah bercampur dengan darah
taklukan, bersama dengan hilangnya kualitas dan posisi dominan.Dengan hancurnya
bangsa Arab, hancur pula stamina dan semangat juang mereka.
Mu’tasim membangun kelompok tentara
elit dari Turki secara terpisah dengan tentara Abbasiyah.Akhirnya, mereka
begitu berpengaruh di kalangan istana maupun rakyat, maka khalifah pun
tergantung mau atau tidaknya mereka.Tentara bayaran Turki akhirnya saat
khalifah lemah, merekalah yang pegang kendali kekhalifahan, bahkan untuk
mengangkat dan memecat khalifah pun merekalah yang paling
menentukan.Kesewenang-wenangan mereka, maka membuat gelisah bagi kelompok Arab,
Persia, dan suku-suku lain yang memprotes keras. Hal ini menyebabkan khalifah
Mu’tasim memindahkan ibu kota ke Samarra. Kemudian hari pindah kembali lagi di
ibu kota ke Baghdad. Di samping itu, seperti orang Arab yang merendahkan
non-Arab, dan sebaliknya orang Persia juga tidak memandang orang Arab sebagai
bangsa yang maju.Perang Amin-Ma’mun secara jelas membagi Abbasiyah dalam dua
kubu yaitu kubu Arab dan kubu Persia.Hal ini juga memengaruhi kebutuhan
Abbasiyah. Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan yang baku menyebabkan
sering gonta-gantinya putra anggota di kalangan istana dan pecah-belahnya suara
istana yang tidak menjadi kesatuan bulat terhadap pengangkatan para pengganti
khalifah. Seperti perang saudara antara Amin Ma’mun adalah bukti nyata. Di
samping itu, tidak adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elit politik
lain yang juga memacu kemunduran dan kehancuran dinasti ini. Di samping itu,
tentara lembaga pertahanan keamanan tidak begitu dapat perhatian dari khalifah
juga membuat kekuatan pusat dinasti ini makin hari makin lemah.
Selain itu saat para khalifah yang
lemah berkuasa, provinsi-provinsi di daerah yang jauh dari pusat tidak begitu
terurus dan terkendarli dengan baik, di samping itu sejak sebelumnya
provinsi-provinsi menikmati otonomi dan diberi kebebasan dalam hal pertahanan
dan perpajakan.Para wali, amir, dan
tentara akhirnya menjadi kuat dan melepaskan diri dari pusat atau mereka juga
hanya mengakui pusat dengan berkuasa penuh.Sebagai contoh, khalifah Harun
memberikan otonomi dan tanggung jawab penuh kepada Ibrahim ibn Aghlab sebagai
penguasa Ifriqiyah seumur hidup yang menghasilkan berdiri dinasti Aghlabiah
yang merdeka.
2.
Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang
Memerdekakan Diri
Munculnya dinast-dinasti yang
benar-benar menikmati independensi dari kekhalifahan pusat Abbasiyah, seperti
dinasti Ibn-Thulun dan Ikhsid di Mesir. Bani Thahir di Khurasam, Bani Saman di
Persia dan ma wara al-nahar (seberang
Sungai Oxus), orang Ghaznawi di Afghanistan, Punjab, dan India, bahkan Bani
Buwaihia penganut Syi’ah Itsna’Asyariah berhasil menduduki kekhalifahan di
Shirai Persia. Setelah Buwaihiah tumbang digantikan oleh Saljuq yang Sunni.Hal
ini terjadi karena lemahnya kekhalifahan pusat.
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada
periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa
yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun
dalam kenyataannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah, secara
riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur
bersangkutan.Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.
Ada kemungkinan penguasa Bani
Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran
upeti.Alasannya, karena khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk,
tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat
rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan
peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.Selain itu, penyebab
utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan
atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia
dan Turki.
Akibatnya propinsi-propinsi
tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa
terjadi dengan dua cara, pertama, seorang peminpin lokal memimpin suatu
pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah
di Spanyol dan Idrisiyah di Marokko. Kedua, seorang yang ditunjuk menjadi
gubernur oleh khalifah yang kedudukannya semakin kuat, seperti daulah
Aghlabiyah di Tunisiyah dan Thahiriyyah di Khurasan.
Dinasti yang lahir dan memisahkan
diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
1)
Yang berkembasaan Persia:
Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah
di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah,
bahkan menguasai Baghdad (320-447).
2)
Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di
Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan
(352-585 H), Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
3)
Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani
(348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah (564-648 H).
4)
Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di
Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan
(210-285 H), Alawiyah di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan
Maushil (317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil
(386-489 H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
5)
Yang Mengaku sebagai Khalifah :
Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.
3. Kemerosotan
Perekonomian
` Khilafah Abbasiyah juga mengalami
kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik.Pada
periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya.Dana
yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan
harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-Kharaj,
semacam pajak hasil bumi.
Setelah khilafah memasuki periode
kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih
besar.Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya
wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian
rakyat.diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang
memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran
membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat
semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan
korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara
morat-marit.Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik
dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
4.
Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan
Fanatisme Keagamaan
Pertentangan
Arab-non-Arab, perselisihan antara muslim dengan non-muslim, dan perpecahan di
kalangan umat Islam sendiri telah
membawa kepada situasi kehancuran dalam pemerintahan. Di samping itu, tampilnya
gerakan-gerakan pembangkang yang berkedok keagamaan, seperti orang Qaramithah,
Asasin, dan pihak-pihak lain turut memporak-porandakan kesatuan akidah maupun
nilai-nilai Islam yang bersih di sepanjang masa. Saat itu, kaum muslim terbelah
menjadi banyak kelompok seperti Khawarij, Syi’ah-Itsna’Asy’ariah, Isma’iliah,
Assasin, Karamitah-Sunni, Mu’tazilah, dan sebagainya. Mereka satu sama lain
tidak diakui terutama di kalangan elit politik menyebabkan sendi kekuatan
Abbasiyah menjagi makin hari makin lemah sampai kehancuran Baghdad. khalifah Al-Manshur yang
berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi Khawarij yang mendirikan negara
Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H. setelah al Manshur wafat digantikan
oleh putranya Al-Mahdi yang lebih
keras dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan beliau memegang jabatan
khusus untuk mengawasi kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan
tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka.Konflik antara kaum
beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang
sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik
bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak.Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah
contoh konflik bersenjata itu.
Selain itu terjadi juga konflik dengan
aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah,
yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah
ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M),
dengan menjadikan mu'tazilah sebagai
mazhab resmi negara dan melakukan mihnah.Pada masa al-Mutawakkil(847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan
sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah kembali naik daun.Aliran Mu'tazilah bangkit
kembali pada masa Bani Buwaih.Namun pada
masa dinasti Seljuk yang
menganut paham Asy'ariyyah
penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai
dilakukan secara sistematis.Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh
subur dan berjaya.
B. Faktor
Eksternal Kemunduran Bani abbasiyah
Di samping faktor-faktor internal tersebut, ada juga
faktor eksternal yang membawa nasib
dinasti ini terjun ke jurang kehancuran total. Yaitu sebagai berikut:
1. Perang
salib
Sebagaimana telah disebutkan,
peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh AlpArselan adalah
peristiwa Manzikart, tahun 464 (1071 M.). tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa
ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 20.000 orang, terdiri
dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Perancis, dan Armenia. Peristiwa
besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen
terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib.Kebencian itu
bertambah setelah dinasti Seljuk dapat merebut Bait Al-Maqdis pada tahun 471
Hijriah dari kekuasaan dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir.
Penguasaan Seljuk menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin
berziarah ke sana. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka.Untuk
memperoleh kembali keleluasaan berziarah ke tanah suci Kristen itu, pada tahun
1095 M. Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan
perang suci. Perang ini kemudian dikenal dengan nama Perang Salib, yang terjadi
dalam tiga periode.
1) Periode
pertama
Pada musim semi tahun 1095 M., 150.000 orang Eropa,
sebagian besar bangsa Prancis dan
Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian Palestina. Tentara
Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh
kemenangan besar.Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea
dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa).Di sini mereka mendirikan kerajaan
Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat
menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan Latin II di Timur. Bohemond
dilantik menjadi rajanya.Mereka juga berhasil menduduki Bait Al-Maqdis (15 Juli
1099 M.), dan mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya, Godfrey.Setelah
penaklukan Bait Al-maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka
menguasai kota Akka (1104 M.). Tripoli (1109 M.), dan kota Tyre (1124 M.). Di
Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV, rajanya adalah Raymond.
2) Periode
kedua
Imaduddin Zanki,
penguasa Moshul, dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan
Edessa pada tahun 1144 M. Namun, ia wafat tahun 1146 M. tugasnya dilanjutkan
oleh putranya, Nuruddin Zanki. Nuruddin berhasil merebut kembali Antiochea pada
tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Kejatuhan Edessa
ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan perang Salib kedua.Paus
Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh raja Prancis
Louis VII dan raja Jerman Condrad II.Keduanya memimpin pasukan Salib untuk
merebut wilayah Kristen di Syria.Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh
Nuruddin Zanki.Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus.Louis VII dan Condrad II
sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Nuruddin wafat tahun 1174 M.
Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Shalah Al-Din Al-Ayyubi yang berhasil
mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. Hasil peperangan Shalah
Al-Din yang terbesar adalah merebut kembali Yerussalem pada tahun 1187 M.
Dengan demikian, kerajaan Latin di Yerussalem yang berlangsung selama 88 tahun
berakhir.
Jatuhnya
Yerussalem ke tangan kaum Muslimin sangat memukul perasaan tentara salib.Mereka
pun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Frederick
Barbarossa, raja Jerman, Richard The Lion Hart, raja Inggris, dan Philip
Augustus, raja Prancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun
mendapat tantangan berat dari Shalah Al-Din, namun mereka berhasil merebut Akka
yang kemudian dijadikan ibu kotakerajaan Latin. Akan tetapi, mereka tidak
berhasil memasuki Palestina.Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian
antara tentara salib dengan Shalah Al-Din yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini
disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Bait al-Maqdis
tidak akan diganggu.
3) Periode
ketiga
Tentara Salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman,
Frederick II. Kali ini mereka berusaha
merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat
bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi. Pada tahun 1291 M, mereka berhasil
menduduki Dimyat.Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah waktu itu, Al-Malik
Al-Kamil, membuat perjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick
bersedia melepaskan Dimyat, sementara Al-Malik Al-Kamil melepaskan Palestina,
Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana dan Frederick tidak mengirim
bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat
direbut kembali oleh kaum Muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan Al-Malik
Al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti
Mamalik yang menggantikan posisi dinasti Ayyubiyah pimpinan perang dipegang
oleh Baybars dan Qalawun.Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh
kaum muslimin, tahun 1291 M.
Demikianlah
perang Salib yang berkobar di timur. Perang ini tidak berhanti di barat, di
Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.
Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan
daerah-daerahnya dari tentara salib, namun kerugian yang mereka derita banyak
sekali, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya.Kerugian-kerugian ini
mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah.Dalam kondisi demikian,
mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah.Banyak dinasti kecil
yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.
Adapun sebab-sebab perang Salib adalah sebagai
berikut :
a.
nama perang Salib
diambil dari kata Salib yang
menunjukkan bahwa agama merupakan penyebab utamanya.
b.
Ambisi Paus untuk
menghancurkan Islam.
c.
Sebab-sebab perdagangan
yang muncul karena keinginan mereka untuk menguasai pelabuhan-pelabuhan yang
berada di Laut Tengah untuk menjadi jembatan dengan perdagangan yang berada di
Timur jauh.
d.
Menyebarkan kelaparan,
perang, dan penyakit serta perampokan di Eropa sehingga mereka harus mencari
sebuah negeri kaya.
e.
Terpecah dan
tercabik-cabiknya front kaum muslimin.
f.
Sebagai balas dendan
atas kekalahan Maladzkird Byzantium yang sangat memalukan pada perang
Maladzkird tahun 163 H/1071 M.
2.
Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim
dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah
bangsa yang berasal dari Asia Tengah.Sebuah kawasan terjauh di China.Terdiri
dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624
H).mereka adalah orang-orang Badui-sahara yang dikenal keras kepala dan suka berlaku
jahat.
Sebagai awal
penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai
negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia kecil.
Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada khalifah agar
menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi khalifah
tetap enggan memberikan jawaban.Maka pada Januari 1258, pasuakn Hulagu bergerak
untuk mengahncurkan tembok ibukota.Sementara itu khalifah al-Mu’tashim langsung
menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan
fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dibunuh. Hulagu mengizinkan
pasukannya untuk melakukan apa saja di Baghdad. Mereka menghancurkan kota
Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah
korban sekitar dua juta orang.
Perlu juga
disebutkan disini peran busuk yang dimainkan oleh seorang Syi’ah Rafidhah yaitu
Ibn ’Alqami, menteri al-Mu’tashim, yang bekerjasama dengan orang-orang Mongolia
dan membantu pekerjaan-pekerjaan mereka.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor
Internal Kemunduran Bani Abbasiyah disebabkan oleh:
1)
Perebutan Kekuasaan di Pusat
Pemerintahan.
2)
Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil yang
Memerdekakan Diri.
3)
Kemerosotan Perekonomian.
4)
Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan
Fanatisme Keagamaana.
2.
Faktor-faktor Eksternal Kemunduran
Bani Abbasiyah disebabkan oleh:
1)
Perang Salib.
2)
Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim
dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah.
B. Saran
Adapun saran dari kami adalah sebagai
sesama umat manusia yang hidup di muka bumi ini, walaupun begitu banyak
perbedaan diantara kita, tapi kita tidak boleh memusuhi satu sama lain, kita
tetap harus hidup rukun demi tercapainya perdamaian.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. Masa
Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah.
Anonim.2010. Sebeb
Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah.
Abdul Karim, Muhammad, Sejarah Pemikiran dan Peradaba Islam,
Jakarta: Pustaka, 1999.
Al-Usairy,
Ahmad, Sejarah Islam, Edisi Lux;
Jakarta : Akar Media, 2010.
Yatim, Badri, Sejarah
Peradaban Islam, Edisi 1; Jakarta : Rajawali
Pres,
2010.